Rabu, 21 Desember 2011

Memilih panutan hidup.

Teringat Masa kecil dulu, dimana imaginasi sedang berkembang pesat, bermain adalah tujuan utama yang di lakukan setiap hari. Anak laki-laki gemar dengan tokoh-tokoh fiktif super Hero dan cartoon. Sampai-sampai bisa jadi pertengkaran bila saat bermain memiliki tokoh idola yang sama. Anak perempuan gemar dengan Boneka dan sering kali mengikuti tingkah ibunya dari mulai memasak sampai dengan berhias. Itulah anak-anak penuh dengan Keluguan kertas polos yang masih dengan mudah di tulis apapun diatasnya tergantung Orang tua dan lingkungannya.

Saat Remaja, saat Hormon kedewasaan mulai menguasai semua anggota tubuh, menyita fikiran. Orientasi kita akan cenderung kepada lawan jenis, kegemaran kita kadang di pengaruhi dengan kenginginan ingin di puji dan di sukai oleh lawan jenis. Kita mulai memikirkan penampilan, akan malu bila penampilan berantakan. Kita sudah mulai memiliki satu komunitas dari sekian banyak kominitas, kita akan dominan ke salah satunya misal : Rohani islam, Band, Pencinta Alam, Group Bahasa Inggris dll.
Nah dalam menjalani keseharian kadang kita hanya ikut-ikutan, tergantung dari lingkungan, didikan orang tua dan yang paling berpengaruh biasanya adalah teman. Sulit rasanya kita akan melakukan sesuatu dengan benar bila hanya ikut-ikutan, hanya mengandalkan teman. Saya ingin mengatakan kita hidup harus memiliki panutan hidup dan siapakah panutan hidup yang paling ideal ?????

Nabi Muhammad adalah penutan hidup yang paling ideal Mengapa…?

(di ambil dari Buku Karangan Salim A. Fillah “Nikamtnya Pacaran Setelah Pernikahan” Bab 1)

Ada 5 Alasan :

1. Harus Jelas Bahwa Dia adalah tokoh yang memang ada.
Anda pasti setuju bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah figure sejarah yang kesejarahannya tak terbantahkan, nyata, bukan fiktif, mitos, legenda atau cerita rakyat.

2. Segala pernak-pernik kehidupannya harus lengkap tercatat secara objektif, tanpa bumbu-bumbu palsu dan pemanis buatan.
Tak Satu pun tokoh sejarah yang riwayat hidupnya, tindak-tanduknya, ucapannya, cara hidupnya, dan seluruh pernik kesehariannya tercatat selengkap beliau. Bahkan catatan itupun dibuat seteliti mungkin, dibersihkan dari praduga, kira-kira, dan segala syak wasangka. Dan andai kata kita pernah membohongi ayam, kambing, atau unta dengan, “Kur..kur..kur!” misalnya, Imam Al Bukhari ataupun Imam Muslim bin Hajjaj akan mencoret nama kita dari daftar orang yang di percaya periwayatnya tentang beliau SAW.

3. Sisi hidupnya sedapat mungkin sesuai dengan kondisi kita.
Ada alasan lain yang membuat seorang muslim tidak bisa tidak harus menjadikannya sebagai uswah dan qudwah. Kehidupan beliau begitu multidimensi, merangkum semua kemuliaan yang harus dimiliki seorang mukmin dalam posisi apapun yang ia duduki. Kaya iya, miskin juga sering. Bangsawan iya, tapi hidupnya menjelata. Administrator iya, orang lapangan juga iya. Orasinya memukau, sifat pendiamnya mempesona. Pemberani sangat, pemalu pun sangat. Menjadi suami yang membina rumahtangga dengan satu isteri dan lebih tua, pernah. Dengan beberapa isteri yang lebih muda, juga pernah.

4. Kita pilih yang kehidupannya tanpa cacat, terutama di penghujungnya
Malu rasanya kalau harus mengganti posisinya sebagai uswah dengan tokoh apapun yang tak jelas, apalagi yang jelas punya cacat. Sekali lagi, hanya beliau satu-satunya tokoh sejarah yang seluruh sisi perjalanan hidupnya lengkap tercatat, dan sungguh semua itu tanpa cacat!!!

5. (ini yang penting), dia harus benar-benar bisa dan mungkin untuk dicontoh.
bahwa beliau adalah manusia, tentu menjadi alasan tersendiri untuk dicontoh ummat-nya yang juga sama-sama manusia. Ummat ini beruntung, tidak diperintahkan untukmeneladani ‘manusia setengah dewa’ dalam mitos dan legenda seperti di Yunani, atau pun meniru para ‘titisan dewa’ dalam Ramayana dan Mahabrata. Ummat ini ‘hanya’ diperintahkan untuk mencotoh sesama-nya, yaitu seorang manusia lain yang berpredikat ‘hamba Allah dan Rasulnya’.

Sungguh telah ada bagi kalian, pada diri Rasulillah itu suri tauladan yang baik. Bagi orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah, dan hari akhir. Dan dia banyak mengingat Allah.” (Al Ahzab 21)

Baca Lengkap Di Bukunya Salim A. Fillah ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan, Beli yang Original ya!!!

Semoga bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar

 

PeSona SeBuaH AmaNah © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates